Dari Maimun bin Mihran diriwayatkan bahwa ia berkata: “ada seorang lelaki yang datang menemui Salman (Al-Farisi), lalu berkata kepadanya: “Berikan aku nasihat.” Beliau berkata: “Jangan banyak bicara.” Lelaki itu berkata: “Orang yang hidup di tengah manusia, mana bisa tidak berbicara?” Beliau menanggapi: “Kalaupun Anda hendak berbicara, berbicaralah yang benar, atau diam.” Lelaki itu berkata lagi: “Tolong tambahkan yang lain.” Beliau berkata: “Jangan suka marah.” Lelaki itu berkomentar: “Terkadang terjadi pada diriku, apa yang aku tidak bisa menahan diri.” Beliau berkata menanggapi: “Kalau begitu, bila engkau marah, jaga lidah dan tanganmu.” “Tambahkan lagi.’ Lelaki itu meminta. Beliau berkata: “Jangan campuri urusan orang lain. ” Lelaki itu menjawab: “Orang yang hidup bersama orang banyak, tidak mungkin tidak mencampuri urusan orang lain. “Beliau berkata: “Kalau engkau harus mencampuri urusan orang lain, katakan perkataan yang benar, dan tunaikanlah amanah kepada yang berhak. (Shifatush Shafwah I:549)
Dari Mu’adz bin Said diriwayatkan bahwa ia berkata: “kami pernah bersama Atha’ bin Rabbah. Tiba-tiba seorang lelaki berbicara dan pembicaraannya dipotong oleh temannya. Maka Atha berkata: “Subhanallah, akhlak macam apa ini?” Sesungguhnya aku dengar orang lain berbicara, sedangkan aku lebih mengerti daripada dirinya, tetapi aku seolah-olah menunjukkan bahwa aku belum mengerti apa yang disampaikannya. (Shifatush Shafwah II:214)
Dari Utsman bin Al-Aswad diriwayatkan bahwa ia berkata: “Aku pernah bertanya kepada Atha’: “Ada seorang lelaki yang lewat di hadapan sekelompok orang, tiba-tiba ada di antara mereka yang mengejeknya (dan dia tidak mendengarnya), apakah sebaiknya ia diberitahu?” Beliau menjawab: “Tidak. Karena orang-orang yang duduk di satu majelis, harus mampu menjaga amanah.” (Shifatush Shafwah II:214)
Dari khalaf bin Tamim diriwayatkan bahwa ia berkata: “Abdullah bin Muhammad telah menceritakan kepada kami, dari Al-Auza’i, bahwa ia berkata: “Umar bin Abdul Aziz pernah menulis surat kepada kami yang hanya dihafal isinya oleh aku dan Makhul. Yakni sebagai berikut: “Amma Ba’du: Sesungguhnya orang yang banyak mengingat-ingat kematian, ia akan senang dengan bagian di dunia yang sedikit; orang yang menganggap bicaranya itu termasuk amal perbuatannya, ia akan sedikit berbicara, kecuali dalam hal yang membawa manfaat buat dirinya. Wassalam (Siyaru A’laamin Nubalaa’)
Dari Mu’adz bin Said diriwayatkan bahwa ia berkata: “kami pernah bersama Atha’ bin Rabbah. Tiba-tiba seorang lelaki berbicara dan pembicaraannya dipotong oleh temannya. Maka Atha berkata: “Subhanallah, akhlak macam apa ini?” Sesungguhnya aku dengar orang lain berbicara, sedangkan aku lebih mengerti daripada dirinya, tetapi aku seolah-olah menunjukkan bahwa aku belum mengerti apa yang disampaikannya. (Shifatush Shafwah II:214)
Dari Utsman bin Al-Aswad diriwayatkan bahwa ia berkata: “Aku pernah bertanya kepada Atha’: “Ada seorang lelaki yang lewat di hadapan sekelompok orang, tiba-tiba ada di antara mereka yang mengejeknya (dan dia tidak mendengarnya), apakah sebaiknya ia diberitahu?” Beliau menjawab: “Tidak. Karena orang-orang yang duduk di satu majelis, harus mampu menjaga amanah.” (Shifatush Shafwah II:214)
Dari khalaf bin Tamim diriwayatkan bahwa ia berkata: “Abdullah bin Muhammad telah menceritakan kepada kami, dari Al-Auza’i, bahwa ia berkata: “Umar bin Abdul Aziz pernah menulis surat kepada kami yang hanya dihafal isinya oleh aku dan Makhul. Yakni sebagai berikut: “Amma Ba’du: Sesungguhnya orang yang banyak mengingat-ingat kematian, ia akan senang dengan bagian di dunia yang sedikit; orang yang menganggap bicaranya itu termasuk amal perbuatannya, ia akan sedikit berbicara, kecuali dalam hal yang membawa manfaat buat dirinya. Wassalam (Siyaru A’laamin Nubalaa’)
Label: Tausiyah
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar